Ekosistem Produk Mode Berbasis Wastra & Eksistensi Komunitas Budaya

Ekosistem Produk Mode Berbasis Wastra & Eksistensi Komunitas Budaya

Selaku founder dan juga CEO Toba Tenun, apa latar belakang dalam membuat kegiatan webinar nasional ini? Menariknya lagi berhasil mengumpulkan para ahli di bidangnya untuk terlibat dalam diskusi.

Budaya itu organis dan dinamis, budaya itu tidak bisa berkelanjutan tanpa inovasi baru dari para pelaku yang ada, baik secara evolusi, inspirasi maupun turunan untuk ritual adat ataupun sehari hari.

- Kerri Na Basaria (Founder & CEO TobaTenun Sejahtra)

Kenapa menggelar kegiatan ini? Toba tenun percaya bahwa wastra Nusantara seperti salah satunya Tenun tidak bisa maju tanpa melibatkan semua motor, baik itu adalah badan pemerintah, komersil, LSM, akademisi dan pastinya pelaku perajin.

Wadah diskusi sejenis webinar ini, diperlukan ketika bergerak dalam suatu komunitas budaya dan juga perkembangannya maupun itu revitalisasi kerajinan tradisional atau lawas, potensi ekonomi kreatif atau berbagai isu sosial yang dihadapi masyarakat adat terutama kaum marjinal di dalamnya. Wadah diskusi ini juga diperlukan untuk melihat dan mengukur kesadaran publik dan pelaku terlibat akan pelestarian budaya, berbasis holistik, keberlanjutan dan paling penting non eksploitatif, terutama pelestarian budaya pada wastra nusantara karena topik bahasan kali ini adalah tenun.

Suatu pergerakan itu dimulai dari diskusi dan saling memahami, kolaborasi adalah kunci dari majunya wastra Nusantara dan kesejahteraan komunitas adat yang terlibat. Itu sebabnya dalam acara ini mengundang dari semua dan berbagai macam sektor, baik itu pelaku, LSM, komersial dan juga badan pemerintah untuk berbagi dan berdiskusi bersama.

Program jangka panjang Toba Tenun dalam mengangkat wastra nusantara khususnya Wastra Batak, yaitu salah satunya melalui rumah komunitas Jabu Bonang, sebuah platform atau wadah untuk para perajin dan pelaku dimana terdapat pendampingan terus menerus, untuk mendorong tidak hanya kompetensi hard skill yang sudah ada seperti menenun atau  pencelupan warna tapi juga pelatihan soft skills dan edukasi informal, Jabu Bonang merupakan sebuah kebanggaan yang tidak bisa berhenti.

Salah satu titik fokus perkembangan adalah mendorong kepercayaan diri dan inovasi dalam seninya masing-masing, juga mengolah dan memproduksi kembali ragam motif lawas yang sudah lama tidak diolah. Riset eksplorasi terus dilakukan baik teknik pewarnaan atau pengetahuan dari motif tersebut. Bersamaan dengan para penenun, Toba Tenun terus mengeksplorasi ragam motif lawas yang bisa dibilang hampir punah dan sudah lama tertinggal.

Budaya itu organis dan dinamis, budaya itu tidak bisa berkelanjutan tanpa inovasi baru dari para pelaku yang ada, baik secara evolusi, inspirasi maupun turunan untuk ritual adat ataupun sehari hari. Juga edukasi kepada pasar dan konsumen serta publik juga harus dilakukan secara berdampingan.

Lack of knowledge and interest tersebut dapat menjadi salah satu hambatan atau halangan berjalannya revitalisasi tersebut. Kalau tidak ada dukungan dari komunitas yang lebih luas, apakah sustainability tersebut dapat diwujudkan?

Namun harus diingatkan kembali, bahwa ini harus dilakukan tanpa memperkeruh adat istiadat dan kepatutan masyarakat tersebut yang sudah ada. Keaslian dari seni itu sendiri harus paralel dengan keaslian dari tujuan masyarakat adat.

Sebagai salah satu lembaga nirlaba yang ada di Indonesia apa peran yang dilakukan dalam upaya peningkatan ekosistem dan eksistensi komunitas tenun di wilayah Indonesia?

“Perlu adanya program yang komprehensif untuk mengembangkan dan melestarikan tenun yaitu dengan literasi yang baik, melatih secara terintegrasi dan berkelanjutan untuk meningkatkan produksi tenun tradisional”

- Cut Kamarwil Wardani (Pengurus Cita Tenun Indonesia, Bidang Penelitian & Pengembangan)

Cita Tenun Indonesia (CTI) adalah sebuah perkumpulan nirlaba yang didirikan oleh sekelompok perempuan pencinta dan profesional di bidang tenun yang bertujuan melestarikan dan mengembangkan tenun nusantara sebagai warisan budaya tak benda. CTI sudah melakukan program pendidikan di 13 provinsi & 28 Kabupaten di seluruh Indonesia untuk pengembangan program produk tenun.

Untuk mengembangkan tenun yang baik para penenun perlu literasi yang baik, karena itu CTI sudah menerbitkan tiga buku yaitu “Tenun Handwoven Textile of Indonesia”, “Woven Indonesian Textile for The Home” dan Floating Threads Indonesia Songket and Similar Weaving Traditions”.

Selain itu CTI juga  melatih dan mengembangkan para perajin secara terintegrasi dan berkelanjutan untuk meningkatkan produksi tenun yang berkualitas. Untuk menyukseskan ini CTI bekerjasama dengan donor dari lembaga internasional dan desainer yang diajak memadukan tenun di produk karyanya.

CTI saat ini sedang menyusun sebuah jenis lembaga sertifikasi profesi, untuk pelaku tenun yang bertujuan mengangkat harkat serta menghargai para perajin yang akhirnya hasil yang dibuat tersertifikasi. Yang di sertifikasi tersebut terdapat 4 tahap yaitu Pencelupan, penenunan, pemotifan dan pengelolaan (limbah, kesejahteraan perajin & aturan-aturan pemerintah yang ada).

Seperti apa proses kerjasama yang dilakukan CTI dengan pemangku kepentingan supaya tenun bisa berkontribusi dan berjaya di pasar global?

Dalam hal ini perlu diperhatikan ada tenun dengan buatan tangan dan tenun buatan pabrik atau buatan mesin ATBM yang masing-masing memiliki keunggulannya, seperti prosesnya yang efisien serta harganya yang relatif lebih murah.

Sedangkan buatan tangan dapat dianggap sebagai karya seni, CTI melihatnya dari kacamata positif. Untuk penenun mesin yang umumnya dari Jepara mereka didorong untuk dapat mengembangkan motif-motif yang ada dan menghindari hanya mencontoh motif-motif populer. Untuk penenun tradisional dapat mengembangkan produk dengan tetap menjaga kualitas menggunakan bahan-bahan substitusi seperti dari sutera diganti dengan katun namun tetap menjaga mutu dan kualitas produk.

Previous Article Next Article
Keep in touch with the latest update
Get special discount for new subscribers